UNAS SANGAT DI TAKUTI BAGI SISWA

20.36 Edit This 0 Comments »

Oleh Ahmad Hudori
Jurusan Ilmu komunikasi

Mendekati waktu pelaksanaan Ujian Nasional (UN) ketegangan yang dirasakan oleh para peserta sudah mulai terasa. Sekolah pun mengadakan doa bersama dan istighosah untuk mengurangi ketegangan yang dialami oleh siswanya. Ketegangan yang dirasakan siswa sebelum UN membuat siswa mengalami ketakutan dan beban pikiran serta mental sehingga membuat anggapan bahwa UN adalah momok yang menakutkan.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Muhammad Abduhzen mengatakan, tekanan psikis kepada anak yang akan menghadapi ujian nasional berasal dari pusat dengan syarat kelulusan yang diberikan.
"Pemerintah menekan kepala daerah, kepala daerah ke dinas dan ke kepala sekolah mengharuskan mereka (siswa) harus lulus berapa persen," ujarnya.
Dengan syarat-syarat kelulusan tertentu itulah, kata Abduhzen, ujian nasional menjadi takut bagi daerah, dan sekolah untuk mengejar target yang dipatok pusat. Menurutnya, sekolah memiliki beban apabila presentase kelulusannya rendah. "Kalau rendah, mereka merasa gagal meningkatkan pendidikan daerahnya," ujarnya.
Akibatnya, kata dia, untuk mencapai target tersebut, sekolah kerap melakukan rekayasa. Sebab, untuk mencapai presentase yang tinggi, daerah mengalami kesulitant. "Sementara ada disparitas kelulusan di daerah-daerah. Persentase kelulusan harusnya juga bervariasi," jelas dia.
Tahun ini pemerintah memakai formulasi baru kelulusan siswa. Formulasi tersebut merupakan penggabungan nilai ujian nasional dengan nilai sekolah yang terdiri dari nilai rata-rata ujian akhir sekolah. Standar nilai kelulusan yang harus dicapai siswa adalah 5,5.
Komisi Nasional Perlindungan Anak menilai Ujian Nasional yang diselengjian nasional teror psikis pemerintah pada anak," ujar Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Kamis 14 April 2011.
Komnas mendesak ujian nasional harusnya hanya untuk menentukan nilai sekolah bukan nilai kelulusan siswa, dikarenakan ada ketimpangan pendidikan antara sekolah di kota besar dan di daerah. "Sekolah saat ini hanya sekedar tempat bimbingan belajar. Sekolah harusnya menjadi tempat yang menyenangkan," ujarnya.
Ia mengatakan, kalau UN terus dilakukan maka Negara melakukan teror terhadap siswa dan melanggar undang undang tentang perlindungan anak soal kekerasan psikis, mental dan emosi."Belajar harusnya lebih fokus sesuai minat dan bakat siswa," ujarnya.
Komnas sendiri mengkritisi adanya Istigosah massal setiap kali menjelang ujian nasional. Sebab, kata dia, sekolah, siswa dan orang tua siswa ikut stres dengan adanya ujian nasional. Apalagi pelaksanaa UN juga di pantau oleh kepolisian. "Format UN yang di klaim baru oleh pemerintah tidak ada bedanya. Kelulusan tetap ditentukan oleh 120 menit."
Muhamad Abduhzen Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pengurus Besar Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGRI) mengatakan, nilai ujian nasional tetap menentukan kelulusan siswa walaupun 40 persen nilai UN diambil dari nilai sekolah. Tapi, kata dia, hal itu tidak akan signifikan menaikan nilai siswa."Ujian nasional tahun ini signifikasi ketidaklulusannya akan tinggi," katanya.
Untuk itu, kata dia, PGRI mendesak pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan tidak terpaku pada nilai kelulusan siswa. Adanya ujian nasional menjadi hidden curiculum dan menimbulkan mental korup karena adanya kecurangan bersama. "UN ini kacau, karena mencapur adukan antara pementaan mutu dan hasil belajar."
Karena itu, kata dia, PGRI mendesak agar ujian nasional tahun 2011 harus menjadi ujian nasional terakhir. Dengan adanya ujian nasional, kata Abduhzen, siswa kelas tiga selama satu semester hanya melakukan kegiatan uji coba (try out) menjawab soal ujian nasional."Itu tidak baik dan buruk," katanya.
Untuk diketahui, sebanyak 10,4 juta siswa dari seluruh jenjang pendidikan akan segera menghadapi UN. Pelaksanaan UN Tahun Pelajaran 2010/2011 jenjang SMA/MA/SMK akan digelar pada 18-21 April ini. Adapun pelaksanaan UN SMP/MTs akan digelar pada 25-28 April.

0 komentar: