Awas generasi Doraemon

14.04 Edit This 0 Comments »
“AWAS GENERASI DORAEMON”
Jangan memandang Indonesia seperti Indonesia masa dulu setelah awal merdeka . Penilaian awal bangsa Indonesia itu merupakan bangsa yang pintar, inovatif, kreatif, bisa bersosialisasi dengan baik mungkin sekarang ini sudah tidak relevan lagi, karena generasi Indonesia dulu dan sekarang ini berbeda sepeti bumi dan langit. Jika kita melihat semangat dan keulatan Indonesia dulu adalah semangat dan keuletan seorang Pahlawan bangsa , maka anak muda sekarang ini adalah seorang pemalas dan perias.
Sekelumit kehidupan pemuda kalau saya perhatikan dan cermati dalam kehidupan malam. Dentam musik bersahut-sahutan muncul dari deretan kafe-kafe di sepanjang kota metropolitan . Lampu-lampu berkerejap menyinari Alun-alun yang padat oleh manusia. Rambut dicat warna hijau, merah atau emas (warna blonde tergolong normal di Indonesia ). Bibir disaput lipstik ungu atau hitam. Dengan baju yang membalut tubuh ala kadarnya, sejumlah perempuan muda berjalan tertatih-tatih dengan sepatu berbentuk bakiak yang tinggi haknya sekitar 10 hingga 15 cm. Yang pria juga dandanannya tak kalah aneh. Mereka mirip geng-geng punk rock di Inggris yang menjamur di era tahun 1970-an.
Rambut botak atau mencuat seperti landak, jaket kulit berpaku lengkap dengan rantai dan anting-anting. Banyak yang sudah memprediksikan generasi modern sekarang ini justru semakin sulit untuk menembus masuk daftar sebagai generasi masa depan bangsa indonesia. Sejarah yang sulit untuk dapat dicapai lagi. Semangat patriotismae semakin lama semakin memudar. Timbul wajah dan ideologi pragmatisme yang semakin lama semakin menggrogoti kekuatan dan akar sejarah dalam periode-periode ke depan jika tidak ada revolusi budaya atau semacam restorasi budaya seperti para pemimpin lakukan pada awal kebangkitan dulu.
Remaja sangat perias melebihi wanita, dan wanitanya semakin berani dalam berpakaian menentang pada budaya berkeluarga, tidak mau baju sopan . Sudah ada kecendrungan bagi anak muda Indonesia yang meninggalkan orang tuanya, yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya dan memasukkan orang tuanya ke panti werda/ jompo yang. Hal ini sangat wajar karena hubungan emosional menjadi rusak karena orang tua masa kemerdekaan menghabiskan waktu di pekerjaan dan perusahaan. Mereka menciptakan kondisi pada anaknya hanya dengan hanya sekedar materi.
Generasi muda sekarang mengalami degradasi rasa hormat terhadap sejarah dan masa lalu Indonesia . Mereka merasa masa lalu justru membuat masuk dalam kondisi yang memalukan, bahkan ada kelompok yang jelas-jelas ingin merubah identitas Indonesia menjadi Indonesia yangbaru. Bayangkan pada dua dekade lalu. Prototipe generasi muda Indonesia identik dengan pelajar berseragam yang terkantuk-kantuk di kereta karena baru selesai mengikuti cram school hingga larut malam. Mereka patuh pada orangtua, hormat pada guru, dan bercita-cita tinggi: masuk universitas terkenal, diterima menjadi pegawai negeri atau menjadi karyawan perusahaan swasta terkemuka. sekarang justru benci sekolah, apalagi sekolah sampai perguruan tinggi. Kini mimpi para orangtua di tentang anak-anak yang manis dan patuh, mulai memudar. Selama tiga tahun terakhir, kenakalan remaja di Indonesia terus meningkat.
Generasi muda saat ini sangat dimanjakan orangtua dan keadaan. Mereka tidak pernah memikirkan kesulitan. Orangtua memenuhi dan melayani semua keinginan mereka. Banyak di antara mereka yang mendapat uang jajan lebih. Membahas generasi muda Indonesia sekarang mungkin akan tepat jika kita gambarkan seperti kisah Doraemon karya Fujiko F. Fujio yang mengisahkan kehidupan seorang anak pemalas Nobi Nobita yang berteman dengan sebuah robot kecil yang bernama Doraemon. Nobita yang pemalas dan manja ini selalu ingin mendapatkan segala hal yang dia impikan hanya dengan usaha Doraemon.
Memimpikan apapun akan dikabulkan dan diberi oleh Doraemon tanpa usaha dan kerja keras. Doraeomon juga menciptakan baling-baling yang dapat membawa kemana saja Nobita dengan mudah, segala macam alat diciptakan agar empunya bahagia. Segalanya dapat dicapai tanpa kerja keras.Memang seperti itulah generasi muda Indonesia saat ini. Mereka akan selalu meminta kepada orang tuanya apa yang mereka inginkan tanpa usaha keras, dan orang tua yang merasa dulunya sangat susah dan tidak ingin kesengsaraan masa lalunya hingga ke anaknya menjadi Doraemon seperti yang di kisahkan oleh Fujiko. secara psikologis memang terkait dengan mental generasi muda saat ini yang mengalami degradasi moral dan spirit jika dibandingkan dari generasi masa lalunya.
Pemuda adalah generasi penerus bangsa. Keabsahan slogan ini tidak terbantahkan karena mau tidak mau, sanggup atau tidak sanggup, pemudalah yang akan menggantikan kedudukan generasi-generasi sebelumnya dalam membangun bangsa. Selain itu, pemuda sudah sepantasnyalah menjadi agent of change, pembawa perubahan, yang membawa bangsa ini menjadi lebih baik, lebih bersatu, lebih makmur, lebih demokratis, dan lebih madani. Inilah kira-kira peran pemuda yang seharusnya dapat diwujudkan bersama.
Menilik sejarah, pada awal abad ke-20 Indonesia diwarnai oleh pergerakan kebangsaan yang tidak lain dimotori oleh para pemuda pada zaman itu. Sejarah mencatat Budi Utomo sebagai organisasi pertama yang mengubah watak pergerakan perlawanan, yang semula bersifat kedaerahan menjadi bersifat kebangsaan. Bangsa Indonesia disadarkan bahwa untuk dapat mencapai kemerdekaan, seharusnnya ada persatuan dan perasaan senasib yang melandasi perlawanan terhadap penjajah.
Setelah dipelopori Budi Utomo sebagai organisasi kebangsaan pertama. Banyak sebab yang menjadi pemicu lunturnya semangat kebangsaan yang merupakan warisan para pendahulu Republik ini. Salah satunya adalah kejenuhan para pemuda dalam memandang wacana kebangsaan yang dikumandangkan elite polotik kita. Mereka melihat tidak adanya figur teladan yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi perbaikan keadaan bangsa.Selain itu, sebab lainnya adalah tidak adanya kepercayaan dari golongan tua kepada golongan muda untuk mengadakan transfer ilmu, pengalaman dan kewenangan. Banyak kaum muda yang merasa bahwa kemampuan mereka dalam suatu bidang kurang bisa ditampilkan secara maksimal oleh karena tidak adanya kesempatan untuk menduduki posisi yang penting dalam menentukan kebijakan di negeri ini.
Sebagian besar elit politik kita masih memegang paradigma lama yang kurang menghargai profesionalisme dan lebih mementingkan koneksi. Sebagian besar pemuda, putra-putri terbaik bangsa yang berprestasi dan kemudian mendapat beasiswa ke luar negeri merasa bingung ketika lulus.
Mereka dihadapkan kepada pilihan bekerja di luar negeri dan hidup sejahtera atau pulang ke Indonesia dan hidup seadanya (kalau tidak ingin disebut menderita). Hal ini karena minimnya penghargaan (terutama dalam bentuk gaji) negara terhadap profesional ini. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang memilih untuk bekerja di luar negeri dan lupa berkontribusi terhadap negara.
Dihadapkan pada masalah tersebut, kita seyogianya dapat memandang secara arif bijaksana untuk kemudian menyelesaikannya. Sudah saatnya kita memiliki figur elit politik yang benar-benar mampu berkontribusi secara nyata-tidak sekedar wacana-terhadap proses perbaikan bangsa dan yang sadar akan pentingnya regenerasi, sehingga lebih memberkian tempat bagi kaum muda untuk dapat berperan sesuai kompetensinya dalam menentukan arah kebijakan negara.
Dari sudut pandang pemuda, seharusnya pemuda lebih mengetahui perannya sebagai agen perubahan ke arah yang lebih baik. Pemuda harus lebih memupuk rasa cinta tanah airnya dan meningkatkan kemampuannya sesuai dengan kapasitasnya, sehingga mampu untuk memperbaiki keadaan bangsa, mewujudkan cita-cita besar sumpah pemuda sesuai kompetensinya masing-masing. Dari contoh kasus beasiswa ke luar negeri yang diterima sebagian pelajar kita misalnya, belajar dari China jepang, australia, Amerika dll.
Seharusnya ketika lulus mereka mencari pengalaman terlabih dahulu di perusahaan luar negeri. Baru setelah merasa cukup berpengalaman, mereka pulang untuk berkontribusi membangun Indonesia sesuai kompetensinya masing-masing. Untuk itu, perlu kesiapan dari para generasi tua untuk mengubah paradigma berpikir dan kemudian memberi kewenangan kepada generasi muda untuk berkarya. Selain itu, negara kita harus memiliki kebijakan yang berorientasi pada kemajuan pendidikan dan riset. Karena dari segi itulah kaum muda dapat berperan
Malang, 17-4-2011
Penulis

Ahmad Hudori

0 komentar: